LEBAK – Anggota DPR RI Vivi Sumantri Jayabaya S.Sos. M.Si mengajak kepada masyarakat Desa Bojong Cae, Kecamatan Cibadak umumnya warga masyarakat Kabupaten Lebak harus mewaspadai bangkitnya gerakan komunisme atau paham radikal komunis yang dapat merongrong keutuhan NKRI.
Demikian diungkapkan Vivi Sumantri Jayabaya saat melakukan Sosialisasi Empat Pilar, di Desa Bojong Cae, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, Banten, Selasa (12/2/2019).
“Dulu ada lembaga BP7, lembaga negara ini khusus melakukan kegiatan sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat Indonesia tentang Pancasila. Namun, seiring perjalanan anak bangsa Indonesia lembaga BP7 telah dihapus,” ujarnya.
Dijelaskan Vivi, setiap negara pasti memiliki ideologi dan hasil pemikiran anak bangsa, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki ideologi Pancasila.
“Dengan landasan UUD 45, negara berlandaskan Pancacila untuk menyatukan berbagai suku, agama, adat dengan berlandaskan Pancasila,” tukasnya.
Menurutnya, di era pesatnya tekhnologi dan perkembangan jaman, setiap orang dengan mudah meyebar kebohongan untuk menjatuhkan seseorang.
“Kita harus bijak memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, jangan sampai tekhnologi informasi dijadikan ajang untuk memfitnah seseorang, akan lebih baiknya dimanfaatkan untuk berkarya,” imbau Vivi.
Ia menambahkan, sekarang ini dibuat resah dengan pesatnya tekhnologi, karena dapat mempengaruhi generasi muda untuk penyebaran paham radikal semakin cepat.
“Sosialisasi Empat Pilar MPR dimaksudkan agar Pancasila menjadi perilaku sehari-hari dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tandasnya.
Vivi menegaskan, bahwa segala hal yang berbau komunisme atau PKI merupakan hal yang terlarang di Indonesia, dan diatur secara tegas bahwa keberadaan PKI di Indonesia dilarang, sesuai dengan TAP MPR No.1 Tahun 2003 diperkuat kembali bahwa TAP MPRS No. 25 Tahun 1966 tersebut masih berlaku hingga sekarang.
Selain bahaya komunisme, lanjut dia, masyarakat khususnya para pemuda sebagai generasi penerus kepemimpinan bangsa dinilai harus mampu membentengi diri dari efek buruk globalisasi yang dapat menyebabkan lunturnya nilai-nilai budaya, kekeluargaan, musyawarah mufakat, gotong royong yang kemudian perlahan berganti menjadi sikap individualistis, kebarat-baratan, serta hidup bebas dan konsumtif.
“Globalisasi, memang tak sepenuhnya buruk, terdapat nilai positif seperti etos kerja yang tinggi, budaya disiplin, dan budaya bersaing positif. Namun, untuk memfilter dampak buruk dari globalisasi tersebut, pemuda perlu lebih mengenali dan menanamkan nilai-nilai keindonesiaan yaitu direpresentasikan melalui empat pilar kebangsaan,” pungkasnya (bud/yaris)