Embun Cahyana, Ketua bidang Pembinaan HMI Cabang Lebak
Penulis : Ade |Editor : Budy
JUARAMEDIA.COM LEBAK – Sebagai bentuk pengembangan program Bantuan Sosial Pangan (BSP) yang dulunya BPNT, Kementerian Sosial (Kemensos) mulai awal 2020 mengubah Program Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) ditransformasikan menjadi program Sembako.
Transformasi menjadi program Sembako dilakukan dalam rangka mewujudkan penguatan perlindungan sosial dan meningkatkan efektivitas program bantuan sosial pangan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Dengan transformasi tersebut diharapkan prinsip 6 T dapat lebih tercapai, yaitu tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat harga, tepat kualitas, dan tepat administrasi. Pada program Sembako, indeks bantuan ditingkatkan dan jenis komoditas yang dapat dibeli oleh KPM diperluas tidak hanya berupa beras dan telur seperti program BPNT.
“Hal tersebut sesuai arahan Menteri Sosial, Juliari P Batubara, yang menyampaikan pada tahun 2020 indeks BPNT akan dinaikkan bantuannya dari semula Rp 110 ribu/KPM/bulan menjadi Rp 150 ribu/KPM/bulan. Selain itu disampaikan pula oleh Menteri Sosial bahwa penambahan komoditas selain beras dan/atau telur juga perlu memperhatikan gizi bagi masyarakat.“ kata Embun Cahyana, Ketua Bidang Pembinaan HMI Cabang Lebak kepada media, Selasa (14/4/2020).
Dijelaskannya, peningkatan indeks BPNT dari Rp 110 ribu menjadi Rp 150 ribu per KPM per bulan, dimana tambahan Rp 40 ribu per bulan itu kami rekomendasikan untuk membeli daging, ikan, ayam, dan kacang-kacangan kata Mensos usai menjalankan rapat di kantor Kemenko PMK beberapa waktu lalu, serta ditambah untuk penanganan Pandemi Covid-19 sebesar 50 Ribu dan total per KPM 200 Ribu.
“Tetapi melihat pada realita yang ada di Kabupaten Lebak ini dimana masyarakat sangat membutuhkan dari segi kualitas pangan untuk menopang kebutuhan hidup dalam segi kesejahteraan dan kesehatannya sebagai kebutuhan dasar ini malah berbanding terbalik dengan kenyataan yang terjadi,” ujar Embun.
Ia mengatakan, banyaknya persoalan yang terjadi terkait carut marutnya pendistribusian program tersebut yang seharusnya dari seluruh pihak supplier dan e-Warong dari berbagai macam lembaga penyuplai kepada KPM, ternyata bahan pangan yang ditentukan oleh supplier bukan permintaan dari e-Warong sendiri melainkan adanya pemaketan, sedangkan harga tidak sesuai dengan kualitas komoditi banyak sekali KPM yang menerima barang pemaketan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama dari segi kualitas dimana TKSK yang seharusnya profesional dalam mengawal program bukan berarti memihak ke salah satu supplier,
“Beberapa minggu belakangan ini banyak terjadi persoalan yang tidak kunjung usai seperti dugaan adanya praktek monopoli adanya MoU antara e-warong dan supplier sehingga pada tanggal 09 Maret 2020 kami Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Lebak turun aksi ke Dinas Sosial kabupaten Lebak untuk mempertanyakan terkait persoalan tersebut yang berakhir dengan tidak adanya titik temu yang jelas terkait jawaban dari persoalan tersebut,” terangnya.
Embun menambahkan, pertanggal 12 Maret pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Lebak menghantarkan LAPDU Ke Kejaksaan Negeri Lebak dengan mempercayakan agar ditindak secara tegas, dan itupun pihaknya tunggu tindak lanjut dari Kejaksaan Negeri Lebak terkait persoalan tersebut sampai adanya balaasan jawaban hasil dari proses kejaksaan negeri lebak terkait laporan pengaduan tersebut.
“Berganti minggu ke minggu ke empatnya sehingga kamipun harus berkirim surat kembali ke Kejaksaan Negeri Lebak dengan Nomor surat:28/B/Sek/8/1441 mempertanyakan sudah sejauh mana terkait tindak lanjut Persoalan yang sama, dan kami akan kawal proses tersebut sampai selesai,” tegasnya.
Namun, ungkap Embun, sangat-sangat disayangkan kembali masyarakat harus menerima dengan kenyataan ditengah-tengah keresahan masyarakat terhadap penyebaran Pandemi Covid-19, dimana masyarakat yang notabene sangat membutuhkan dari segi kualitas pangan untuk menopang kebutuhan hidup dalam segi kesehatannya dari berbagai lembaga supplier yang terdiri dari PT. Aam Prima Artha, Perum Bulog, dan CV. Astan dari ketiga supplier (Perum Bulog,CV Astan dan PT. Aam Prima Artha) tersebut dalam memberikan kebutuhan pangan kepada KPM sepertihalnya terjadi kasus pepaya yang diberikan salah satu supplier itu busuk dan ikan tongkol yang membuat KPM atau masyarakat penerima manfaat gatal-gatal, serta ayam yang dijual per ekor dengan harga yang sama sedangkan bobot perekor ayam yang masih hidup itu berbeda-beda ditambah lagi ada pendataan nama KPM menggunakan sistem Six and G sehingga KPM tidak bisa membeli ke e-Warong lain.
“Menurut kami, pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Lebak polemik yang terjadi ini pasalnya sudah melanggar UU No. 11 tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, dan UU No.8 Tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen,serta peraturan presiden No.96 Tahun 2012 Bab 1 poin 5. Maka dari itu kami pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Lebak Mempertegas Kepada seluruh supplier dan e-Warong, serta Penegak Hukum untuk mengedepankan kepentingan masyarakat banyak, sehingga kualitas pruduk barang yang diterima KPM sesuai dengan kebutuhan, Kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat bersama bukan hanya mengedepankan kepentingan di atas kepentingan semata tanpa melihat nasib masyarakat keluarga penerima manfaat sehingga menyampingkan kesejahteraan masyarakat banyak,” pungkas Embun, Ketua bidang Pembinaan HMI Cabang Lebak ini.