Pengamat politik, Haris Hijrah Wicaksana
LEBAK JUARAMEDIA.COM – Pengamat politik Haris Hijrah Wicaksana mengatakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan serentak 9 Desember 2020 diberbagai daerah di Tanah Air sebaiknya digelar pasca-berakhir penyebaran pandemi COVID-19.
“Kami menyarankan pilkada itu lebih baik diundur dan dilaksanakan setelah berakhir pandemi COVID-19, karena dibeberapa negara juga diundur,” kata Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Setia Budhi Rangkasbitung, Kabupaten Lebak Provinsi Banten, Minggu (13/09/2020).
Pelaksanaan Pilkada dikhawatirkan menjadi klaster COVID-19 baru dan diprediksikan Indonesia akan terkena gelombang tsunami pandemik setelah berakhirnya pesta demokrasi itu.
Masyarakat saat ini sangat kurang disiplin menerapkan protokol kesehatan, sehingga nanti akan ada kampanye juga ada tempat-tempat berkumpul dan berkerumun.
Penyebaran pandemi COVID-19 juga cenderung meningkat,termasuk Provinsi Banten yang dipetakan masuk zona merah.
Sedangkan, kata dia, beberapa daerah di Provinsi Banten akan melaksanakan Pilkada, seperti Kabupaten Serang, Tangsel, Kota Cilegon dan Pandeglang.
Namun, pihaknya melihat para pendukung para calon kepala daerah di Banten semua melanggar, sebab mereka terjadi kerumunan pada pendaftaran dan deklarasi kemenangan.
Bahkan, para pendukungnya juga di antaranya tanpa memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
“Kami minta warga tetap mewaspadai penyebaran COVID-19 saat Pilkada nanti, karena akan ada kerumunan juga tempat-tempat berkumpul,” katanya menjelaskan.
Menurut dia,saat ini pemerintaah berada ditengah-tengah dan pelaksanaan Pilkada tetap berjalan sesuai agenda yang ditentukan panitia penyelenggara Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sebetulnya, kata dia, Pilkada itu sekitar 90 persen dari keinginan kembali petahana dan mereka keberatan jika diundur sampai tahun 2021.
Apabila, Pilkada diundur dipastikan akan kehilangan jabatan karena akan dijabat oleh pelaksana harian (Plh) dan jika dijabat Plh tentu mereka tidak bisa menggunakan kewenanganya lagi.
“Pilkada bisa saja diundur jika penyebaran COVID-19 meningkat dan tahap membahayakan,” kata Dosen Untirta Serang.
Ia mengatakan, kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersikap tegas dengan mengancam akan tidak melantik kepala daerah yang menang, namun melanggar dengan tidak mentaati protokol kesehatan.
Kebijakan itu, kata dia, merupakan sebagai alternatif saja agar Pilkada tidak menularkan penyebaran pandemi COVID-19.
Namun, kebijakan dari atas ke bawah itu nantinya sangat sulit diterapkan, seperti berkampanye, deklarasi hingga pendaftaran banyak kerumunan massa dari pendukung pasangan calon kepala daerah tersebut.
Karena itu, para stakeholder Pilkada, seperti Bawaslu, KPU, TNI, Polri dan Partai Politik harus saling mengingatkan dan jangan sampai terjadi kerumunan massa mulai kampanye sampai pencoblosan.
“Kami khawatir itu menjadikan senjata bagi calon kepala daerah yang kalah untuk dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi,” katanya.(arya)