JUARAMEDIA.COM – Anggota DPRD Kabupaten Lebak Bangbang S.P dan anggota dewan lainnya menemui Kadinkes dan Jubir Satgas Covid-19 di ruang kerja Kadinkes membahas tentang pelayanan kesehatan di RSUD Adjidarmo.
Anggota Dewan yang orang tuanya meninggal tidak mempersalahkan,hanya saja pelayanan terhadap pasien sangat di sayangkan terhadap penanganan pasien yang tidak maksimal oleh pihak Rumah Sakit Umum Adjidarmo. Keluhan pelayanan ini semestinya harus maksimal karena anggaran untuk penanganan mencapai 7,5 juta rupiah sampai 15 juta untuk satu pasien di persatu harinya. Menurutnya anggaran yang besar ini berbanding terbalik dengan pelayanan yang ada.
Anggota DPRD Kabupaten Lebak komisi IV, Fraksi Gerindra Bangbang S.P mengungkapkan, penanganan pasien covid 19 oleh pihak RSUD Adjidarmo tidak sesuai harapan tidak sebanding dengan anggaran yg di keluarkan pemerintah.
“Menurut Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2021 tentang teknis Klaim penggantian biaya pelayanan pasien Covid19 bagi rumah sakit selaku penyelenggara pelayanan Covid19 tertulis jelas informasi bahwa setiap pasien covid 19 diberikan konvensasai anggaran 7,5 juta untuk biaya penanganan bagi satu pasien di satu harinya,” jelas Bangbang kepada Awak Media di kantor kerjanya,Senin (2/8).
Lanjut Bangbang,bagi saya, anggaran yang digelontorkan sebesar ini tak sebanding dengan perawatan dan penanganan yang diberikan oleh pihak RSUD Adjidarmo. Ibu mertua saya Diana Assobirin (61) yang menjadi salah satu pasien covid19 dan menjalani isolasi di RSUD Adjidarmo untuk sekedar ganti pampers, makan dan lain-lain kurang diperhatikan, bahkan dilakukan mandiri oleh pasien.
Diana Asobirin salah satu pasien covid 19 yang diisolasi dan dirawat di RSUD Adjidarmo, mengalami ketidaknyamanan selama masa perawatan, bahkan berujung meninggal dunia.
Menurut Bangbang, ibunda mertuanya masuk menjadi pasien isolasi di RSUD Adjidarmo pada selasa 20 juli, kondisi ibu mertua selalu mengalami penurunan kondisi di setiap harinya,saya temukan beberapa ketidak profesionalan pelayanan penanganan covid19 ini oleh pihak RSUD Adjidarmo. Ketika saya menanyakan bagaimana kondisi ibu mertua saya, saya menemukan jawaban yang berbeda dan kontradiktif, seperti dokter satu menjawab kondisinya baik, tapi dokter lain menjawab buruk, perawat pagi menjawab kondisinya baik tapi perawat malam menjawab dengan kondisi buruk.
“Kebijakan dan perbaikan layanan di sebuah rumah sakit menjadi kewenangan utuh pihak rumah sakit, dinas kesehatan tidak bisa ikut campur untuk bisa intervensi mengenai perbaikan pelayanan jika ada ketidakmaksimalan oleh pihak rumah sakit.
“Mungkin ini memang sebuah regulasi lemah yang ada sekarang, karena harusnya jika ada temuan ketidakpuasan pelayanan di sebuah rumah sakit harusnya pihak Dinas Kesehatan bisa menegur dan evaluasi manajemennya,”Terang Bangbang.
Sementara,Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak Triatno Supiono menjelaskan,setiap tindakan apapun yang di lakukan karena kita manusia pastinya ada saja yang meleset,satuhal dari 100 orang tentunya engga mungkin semuanya merasa puas terhadap pelayanan yang di lakukan apakah itu 15 atau 25 persen pasti akan merasa tidak puas.Sehingga,memang berkaitan dengan kekurangpuasan ini sangat susah di artikan,tapi kalau misalkan berkaitan dengan pelayanan apakah mereka rumah sakit rumah sakit itu sudah melakukan pelayanan itu sesuai SOP atau belum,mungkin itu jadi konsep kita dan seperti apa pelayanan di IGD.harusnya, tahapannya A B C D ternyata dari A langsung ke C,B nya di lewat,hal hal seperti itu mungkin kita harus melakukan evaluasi terhadap mereka,kita bisa melakukan evaluasi mana kala kita memanggil mereka untuk sering dengan jeda tangan tadi masukan buat kita,bahwa ada sisi sisi lemah yang di lakukan oleh pelayan kesehatan khususnya di rumah sakit pemerintah,karena rumah sakit pemerintah maupun swasta terlebih mungkin yang akan kita perbaiki lebih banyak pokus terhadap 4umah sakit pemerintah,karena RS Pemerintah bagian dari kita,” ujar Kadis Kesehatan di ruang kerjanya.
Lebih lanjut,untuk swasta tentunya juga tetap ke pembinaan dan pengawasan,ada di kita juga akan di lakukan diskusi dengan mereka kita panggil,sebenarnya seperti apa kejadiannya,kemudian apa yang di lakukan,lalu permasalahanya apa,sehingga kita mendapatkan solusi yang pastinya mengundang mereka tentunya kita sendiri mendengar dari kedua pihak,apa sih permasalahan yang sebenarnya,jadi itulah permasalahan kedepannya di perbaiki,mungkin saja yang di sampaikan oleh masyarakat benar,mungkin juga dari pihak RS benar,ini yang tidak di ketahui masyarakat,langkah langkah seperti itulah yang mesti di perbaiki.
“Semua informasi kita tampung untuk pebaikan pelayanan semua RS,baik pelayanan ataupun pengurusan jenazah dan bagaimana menangani dengan covid kalau dia seorang perawat harus melayani secara penuh.apakah di dalam SOP pelayanan covid seperti itu,kita belum melihat yang melayani seperti itu juga dan untuk covid ini terbatas terhadap pasien,ruangan zona merah ataupun kuning,akan di evaluasi karena sampai sekarang belum melihat kondisi ruangan yang di buat pihak RS dan saya belum bisa menyatakan sesuai SOP atau belum,”jelas Triatno supiono.
Menambahkan,Dr Firman selaku Jubir Satgas Covid-19 mengungkapkan,sesuai yang di sampaikan pada anggota dewan juga sesuai dengan informasi yang di dapat dari merak yang buktinya di tunjukan pada awak media seperti apa dari sana,soal beliau bisa nyebrang pelabuhan,kalau pak dewan melakukan yang terbaik untuk orang tua itu di luar kewenangan saya,itu hak pak dewan,tapi kalau saya mempersilahkan untuk berangkat bahasa hukumnya engga dapat,saya hanya menyampaikan informasi bahwa di sana merak aturannya seperti ini.Kalau beliau dewan wakil rakyat pasti bisa lewat,kalau saya belum tentu bisa lewat,kalau saya berpegang sasuai aturan pemerintah,sesuai prokes yang harus di jalankan,sementara dari Lampung sudah ada izin,itupun harus di informasikan,beda dengan kekuatan dewan,” jelas Firman selaku Jubir satgas.(San/De)