LEBAK – KCD Lebak Dikbud Banten meninjau pelaksanaan proyek pembangun gedung SMKN Leuwidamar, Senin (8/7). Ini dilakukan, selain proyek tersebut dibawah naungan wilayah kerjanya, juga untuk melihat langsung pelaksanaan proyek pembangun SMKN ini, karena adanya pemberitaan miring terkait pembangun tersebut.
“Kami sudah melakukan koordinasi, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan pengerjaan Unit Sekolah Baru (USB) SMKN Leuwidamar, sesuai juknis dari direktorat PSMK. Karena itu, kami berharap jika ditemukan adanya ketidaksesuaian, silahkan mengadukan ke dinas Dikbud Banten atau direktorat kemendikbud sebagai pemberi bantuan,” ujar Sirojudin kepala KCD Lebak Dikbud Banten dalam press rilisnya.
Sekedar diketahui, Aparat Terkait diminta segera turun tangan kelapangan terkait dengan pembangunan SMKN Leuwidamar yang diduga dalam pelaksanaanya bermasalah.
“Kami minta semua aparat terkait segera turun kelapangan, dari KCD Dikbud Lebak untuk pengawasannya, aparat penegak hukum Kejaksaan untuk dugaan menyimpangan penggunaan dana RAB nya,” tegas Ifan Febriyanto ketua Umum DPP LSM Gerakan Pemuda Banten Bersatu ( GPBB), Kamis (4/7).
Proyek pembangunan SMKN Leuwidamar, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, senilai Rp2,8 miliar dari APBN 2019, diduga bermasalah. Pasalnya, selain spesifikasi bangunan bermasalah, juga fungsi komite sekolah dalam proyek pembangunan tersebut, tak di fungsikan sebagaimana mestinya.
“Soal uang saya tidak tahu menahu, semua di pegang kepala sekolah,” ujar Sapri, Komite Sekolah SMKN Leuwidamar, Selasa (3/7/2019).
Menurut dia, dirinya ditunjuk sebagai mewakili konsultan mestinya harus tahu biayanya dan bahan-bahannya.
“Misalnya, besi saja harus ukuran 12, 10 inch tapi ukurannya dikurangi, besinya dibencongkan,” imbuhnya.
Ia mengaku, belum mengoreksi terhadap bahan-bahan lainnya, sudah pasti ada yang lebih mengerti tapi dirinya mengakui.
“Untuk pondasi kebawah saja aturan ukurannya 40 centimeter, ini ada yang 30,20 cm tergantung kontur tanah. padahal seharusnya ukuran 40 centimeter,” tukasnya.
Untuk soal pengambilan uang, meski ia Komite sekolah, namun dirinya mengaku tidak pernah diajak oleh pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah dalam urusan tersebut.
“Memang saya Komite, tapi saya tidak bisa bertanggungjawab sepenuhnya, karena saat mengambil uang, jujur saja saya belum pernah diajak,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, ketika ditanya orang lain sejauh mana keterlibatan Komite soal swakelola, ia tidak memungkiri bahwa hal itu ia tidak pernah tahu menahu, terlebih soal pencairan di Bank.
“Untuk ke Bank, saya tidak tahu, masalah kesana kemari saya tidak tahu, dan belum pernah diajak. Yang mengambil uang, wauallahualam mungkin Bendahara sama kepala sekolahnya. Saya belum pernah, kenyataannya saya belum pernah mendampingi,” terangnya.
Sapri juga mengaku soal anggaran pembangunan tidak tahu menahu. Soal papan reklame anggaran pengerjaan pembangunan tidak tertera dilokasi kegiatan, kata dia, diamankan karena takut kehujanan.
“Saya ada disini, cuma kepanasan doang. Papan anggaran Bahasa sihabudin, semua juga mendengar, taruh didalam saja, takut kehujanan,” dalihnya. (ika/eza/yaris)